Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

Dalam jual beli barang ada yang perlu diperhatikan seperti adanya pajak barang atau yang lebih dikenal sebagai pajak pertambahan nilai (PPn). Ini menjadi tanggung jawab penuh kepada pembeli.

Pajak ini dibebankan kepada pembeli atas pembelian barang – barang tertentu yang telah ditetapkan oleh undang – undang perpajakan. Pajak ini merupakan salah satu jenis pajak yang mampu memberikan sumbangsih besar terhadap pendapatan negara.

Jika anda membeli produk di supermarket pasti tertera di struk pembelian anda terdapat nominal jumlah pajak pertambahan nilai (PPn). Pada artikel ini akan membahas terkait pajak pertambahan nilai (PPn) beserta cara menghitungnya.

Jenis Objek Pajak Pertambahan Nilai / PPn

Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai (PPn), dan Bagaimana Menghitungnya?

Sebelum kita membahas cara menghitung pajak pertambahan nilai (PPn) maka sebaiknya anda memahami terlebih dahulu terkait objek PPn. Objek atau barang yang terkena pajak PPn ini beragam jenisnya. Berikut ini beberapa objek atau barang atau jasa yang terkena pajak, antara lain:

a. Import barang kena pajak
b. Aktifitas penyerahan barang kena pajak di kantor Kepabean Republik Indonesia
c. Aktifitas pemanfaatan barang kena pajak yang tak berwujud di wilayah kantor kepabean
d. Eksport barang kena pajak berwujud
e. Aktifitas eksport barang kena pajak tak berwujud

[irp]

Selain barang kena pajak, maka ada pula barang yang tidak terkena pajak pertambahan nilai (PPn). Diantaranya adalah:

a. Barang hasil pertambangan

Barang ini diambil langsung dari alam maka tidak perlu membayar pajak pertambahan nilai (PPn). Hal ini dikarenakan barang hasil pertambangan ini merupakan barang yang vital untuk kelangsungan kehidupan manusia atau negara. Salah satu barang hasil tambang adalah minyak bumi dan batu bara.

Dimana minyak bumi merupakan bahan bakar kendaraan bermotor sedangkan batu bara merupakan bahan atau sumber energi untuk mengerakan turbin sebagai pembangkit listrik. Oleh sebab itu, barang hasil pertambangan ini tidak terkena pajak pertambahan nilai (PPn).

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat

Salah satu contoh barang kebutuhan pokok yang dibutuhakan masyarakat adalah beras. Jika anda membeli beras atau bahan kebutuhan pokok lainnya seperti sembako maka di struk pembelian anda akan tidak tertulis penambahan pajak pertambahan nilai (PPn).

c. Makanan dan minuman yang dijual di hotel dan restoran

Jika anda berkunjung ke hotel atau restoran pasti ketika anda membeli barang seperti makanan atau minuman maka anda tidak terkena pajak pertambahan nilai (PPn) dari barang tersebut. Hal ini bisa anda lihat dari bill restoran atau struk pembelian.

d. Uang, emas dan surat berharga

Ketiga barang tersebut merupakan barang mewah dan berharga sehingga tidak dikenakan pajak PPN.

Selain barang, ada beberapa jasa yang tidak terkena pajak. Berikut ini beberapa contoh jasa yang tidak terkena PPn, antara lain:

a. Pelayanan kesehatan masyarakat
b. Pelayanan sosial
c. Pengiriman surat dengan perangko
d. Jasa asuransi, keuangan, pendidikan dan agama
e. Jasa hiburan, tempat parkir dan perhotelan
f. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos

[irp]

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai

Landasan Hukum Penetapan Pajak Penghasilan

Setiap jenis pajak pasti memiliki dasar hukum atau landasan hukum agar petugas pajak mempunyai payung hukum untuk memungut pajak dari wajib pajak. Seperti halnya pajak jenis lainnya, pajak PPn pasti memiliki dasar hukum.

Dasar hukum ini yang akan menentukan tarif besarnya pajak untuk setiap barang atau jasa kena pajak. Berikut ini beberapa dasar hukum dari pajak pertambahan nilai (PPn), antara lain:

a. Undang – Undang Nomor 8 tahun 1983

Pada aturan ini mengatur tentang daerah kepabean, barang berwujud dan BKP, Pada Undang – Undang ini juga dijelaskan terkait tarif pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar 10 % dan tarif PPn untuk aktifitas eksport dengan range minimal 5 % dan maksimal 15 %. Undang – Undang Nomro 8 tahun 1983 ini berlaku sejak tanggal 1 januari 1984.

b. Undang – Undang Nomor 10 tahun 1994

Peraturan ini menjelaskan terkait pajak pertambahan nilai tak langsung yang dihitung oleh penjual namun dibayar oleh pembeli. Undang – undang ini juga menjelaskan terkait multi stage tax yaitu pajak yang dikenakan secara bertingkat di siklus produksi dan distribusi.

Undang – Undang Nomor 10 tahun 1994 ini juga menerapkan tarif pajak sebesar 10 % yang dikenakan atas barang atau jasa tanpa melihat orang atau badan yang melakukan transaksi.

c. Undang – Undng Nomor 42 tahun 2009

Undang – Undang ini menjelaskan tentang pihak yang wajib menyetor dan melaporkan pajak pertaambahan nilai (PPn) terutang. Peraturan ini juga mengatur pajak pertambahan nilai (PPn) atas penyerahan JKP yang dibatalkan sebagaian atau seluruhnya.

Selain itu, undang – undang ini juga menjelaskan terkait kewajiban pengusaha kena pajak untuk menyerahkan JKP ke kantor pabean.

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013

Peraturan menteri ini menyebutkan ketentuan umum terkait penyetoran, pelaporan dan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPn). Peraturan ini juga menjelaskan kriteria pengusaha kena pajak (PKP) yang berkewajiban untuk membayar.

Salah satu syarat pengusaha kena pajak yaitu jika dia memiliki omzet penjualan atau pajak penjualan minimal Rp. 5 milyar pertahun.

Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPn)

Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai (PPn), dan Bagaimana Menghitungnya?

Sebelum anda belajar terkait cara mengitung pajak PPN maka sebaiknya anda mengetahui terlebih dahulu terkait tarifnya, Berikut tarif yang dikenakan:

a. Tarif PPn sebesar 10 %
b. Tarif PPn sebesar 0 %, jika:
1. Eksport barang kena pajak yang berwujud
2. Eksport barang kena pajak yang tidak berwujud
3. Eksport jasa kena pajak
c. Tarif PPn minimal 5 % dan maksimal 15 %

Ketiga jenis tarif tersebut telah ditentukan secara sah dan benar di peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang – Undang Nomor 42 tahun 2009 pasal 7.

[irp]

Cara Perhitungan PPn

Cara perhitungan PPn ini ditentukan berdasarkan kasus atau aktifitas pengusaha kena pajak (PKP). Dari kasus tersebut nantinya akan diketahui tarif pajak yang akan dikenakan oleh pengusaha kena pajak tersebut. Berikut ini contoh perhitungannya:

a. Indoapril merupakan supermarket yang tergolong pengusaha kena pajak (PKP) yang menjual barang kena pajak secara tunai. Harga jual barang tersebut adalah Rp. 25.000 maka berapa tarif pajak PPn..?

jawab:
PPn = 10 % dari Rp. 25.000 = Rp. 2. 5000
Jadi PPn sebesar Rp. 2.500 menjadi pajak keluaran yang dipungut oleh Indoapril

b. PT. AWE mengimport barang kena pajak dari luar negeri dengan nilai import sebesar Rp. 15.000.000. maka berapa besar akan dikenakan PPN yang dibayarkan oleh PT. AWE?

Jawab:
Berdasarkan tarif PPn, maka nilai PPn = 15 % dari Rp. 15.000.000 = Rp. 1. 500.000.
Maka PPN yang dibayarkan PT. AWE adalah Rp. 1.500.000.

Bagi anda yang berencana mengimport barang dari luar negeri maka anda sebaiknya melihat terlebih dahulu jenis barangnya. Apakah barang tersebut merupakan barang kena pajak atau tidak.